2017年10月3日火曜日

Secercah Kisah Youth Adventure and Youth Leaders Forum GMB 2016

Selamat datang di bulan Agustus 2016  nulisnya oktober 2017 sih, ah who cares!  Selamat datang di bulan yang menawarkan sejumlah kebahagiaan, kebahagiaan buat kami para YA YLF yang bakal berpetualang di sepanjang pulau jawa tanpa dibekali finansial yang memadai.


Personil kumplit GMB 2016
Dan gue menyadari bahwa scientific writing yang biasa gue tulis mungkin bisa seindah dan sedominan dibandingkan creative writing seperti ini, ngalor-ngidul writing done in this absurd story, walaupun nulisnya absurd tapi menyimpan sejumlah makna yang sangat sangat berharga, wahai para pembaca.

Sangat menyedihkan untuk mengakui bahwa belakangan ini......inget punya blog, udah ada rencana nulis tapi gak jadi-jadi, sampe ingatan itu terus menerus gentayangan dan berputar-putar di atas kepala, lantaran sibuk mengumpulkan foto-foto  minta sana minta sini, maklum selama di tkp semua jepretan by hape temen  untuk mengembalikan memori yang tertimbun. Jadi ingatan gue yang memendek ini semoga bukan impact dari matinya sel-sel otak. I’m not Dory kok!

Padahal selama di Jogja-Jawa Tengah-Jakarta, udah komat-kamit pengen ngepost blog pasca perjalanan, tapi karena setelah itu masih harus ngumpulin foto-foto dari berbagai sumber (hape temen, sosmed GMB) hasrat menulis yang menggebu-gebu itu euforianya nggak sampai ke jari.

Sebelum masuk ke inti, gue hanya memperingatkan bahwa cerita ini bisa jadi setebel kitab, jadi disarankan buatlah cappucino hangat secepatnya supaya cerita ini bisa merambat masuk ke dalam pembuluh darah kalian.

Gue hanyalah seorang mahasiswi yang sedang dilanda antusiasme akan rencana liburan sekaligus dilanda kejenuhan klimaks yang merupakan sindrom semester tua dan tiba-tiba tawaran YA YLF ini datang tanpa diduga.

Buat yang masih bingung apa itu YA & YLF, sedikit mau kasih penjabaran, program ini diadakan oleh GMB (Gerakan Mari Berbagi) yang merupakan gerakan moral untuk mengajak, mendorong dan memberi bukan mencaci maki tanpa solusi terhadap tantangan dan persoalan yang ada disekitar kita. Juga untuk mendorong dan mengarusutamakan sikap mental dan perilaku untuk memberi dan berbagi (giving back values), sehingga makin banyak pola pikir para pemimpin bangsa ini yang mengacu pada “Apa yang bisa saya lakukan untuk membuat diri saya, keluarga saya, lingkungan saya, masyarakat dan bangsa saya menjadi lebih baik” dan bukan hanya terpaku mengeluh dan protes tanpa memberikan solusi yang konstruktif. Atau kalo mau lebih jelas bisa klik tulisan GMB, semua tulisan yang berwarna di sini udah diatur supaya bisa diklik untuk menuju link url yang bersangkutan.

Nah, YA & YLF ini merupakan rangkaian seleksi untuk menjadi bagian dari GMB, bisa liat di bawah ini:


Rangkaian seleksi GMB 2016

Jadi awalnya, gue sama sekali nggak kepikiran kalo bakal lolos di YA YLF, gue cuma tau kalo tanggal 23 Agustus harus ke malang buat seleksi final beasiswa, namun istikharah membelokkan rencana tersebut. Gatau prefer yang mana, rasanya pingin nangis terharu sambil cium tanah sekitar hahaha.

Kemudian, tibalah hari di mana kita  gue ketemu Anita, Merlin, Yessica di St. Sentiong  hampir ketinggalan kereta bengawan lantaran sifat “nanti-nanti” dan segalanya mepet, yang masih mendarah daging dan menjadi kulit kedua. Telat 5 menit, matilah!

Lucunya, pas di boarding gate gue nyari-nyari KTP di dompet tapi gak nemu-nemu,
Gue (A): “Mbak, lupa naroh KTP, adanya fotocopyan, gapapa lah ya.” (sambil gemeteran, maklum abis marathon)
Mbak-mbak stasiun (MS): “Lah ya gak bisa,”
A: “Duh suer kok gak ada ya, mau berangkat nih mbak bengawannya.” (masih gemeteran, sumpah ngakak, mau nangis ini)(mana Anita udah waswas berdiri deket boarding gate)
MS: “Kartu Pelajar gapapa.” (dalem ati, lu kire gue masih SMA)

Namun alhamdulillahnya nemu tuh KTM dan cus lah kita ber7 menuju lempuyangan  di dalem kereta ketemu Putnaf, Arief, Maizal  Yuhuu!


Tugu Jogja

Pucuk di cinta ulam tiba!

Saya datang, Jogja. Kembali lagi ke pelukan Anda setelah sekian lama.
Langsung loncat aja ke jam 8 malem ya. Dengan baik hatinya ada bidadari jogja bernama Sari  temen sekomunitas yang sebenernya kita belom pernah ketemu looh tapi doi mau-maunya nawarin kosannya buat diinepin gue  naik motor malem-malem dan ngejemput di lempuyangan.

Kata orang, jogja itu romantis. Tapi malem itu jadi gak romantis gara-gara kelaperan dan maksa Sari buat makan nasgor dulu di pinggiran. Ternyata, yang dikatakan mayoritas orang emang bener, orang jawa emang asli lembut dan baik, gak kaya gue yang ‘katanya’ lembut sih di awal perkenalan, bahkan faktanya, orang-orang yang baru mengenal gue pasti menganggap gue pendiam dan gak banyak bacot, pas udah kenal lama, omoooo!! Hati-hati aja.

Setelah ber-wara-wiri dan lalalala, tibalah di kosan Sari dan ketemu temen baru! Ialah seorang gadis bernama Eka, a medical record student yang dari stylenya gak keliatan kaya anak medical, mukanya sih kalem tapi ternyata hiperaktif banget, apa aja diceritain, asik banget gadis yang satu ini. Tapi sayangnya lupa selfie sama bocah ini~

Paginya di ajak Sari dan Eka ke wisudaan, tepatnya ke Grha Sabha Pramana, tempat dimana gue sok-sokan tau jalan tapi taunya malah nyasar. Ceritanya, Sari dan Eka nemuin temennya yang diwisuda, sedangkan gue nunggu di Perpusat UGM sambil manfaatin wifi. Selang beberapa menit, adzan dzuhur berkumandang dan tentunya langsung cari masjid terdekat, namun realitanya gue malah menemukan masjid (yang sebenernya) terdekat namun proses menemukannya melalui jalan yang terjauh.


Sari Widya Utami (kanan). Gadis muslimah yang uuuh, ukhti bangeeet bre~
Tolong abaikan sampah-sampah dibelakang!
Kalo dianalogikan dengan jam dinding mungkin sama aja kek tadinya gue berada di jam 2 terus berjalan ke jam 3, 4, 5 dst sampe berenti di jam 1. Jam 2 adalah perpusatnya, jam 1 adalah masjid perpusatnya wkwk. Sampe-sampe ngelewatin FIB, Psikologi, FEB, FH, FISIP dan itu kalo ditotal hampir sejam, men! Entah apa yang ada di pikiran gue, banyak manusia yang bersliweran di sana namun mengapa diriku tidak bertanya saja dimanakah lokasi masjid berada?

Setelah puas ber-youtube-an ria dan berhubung cacing-cacing di perut gak bisa diajak kompromi, kita muter-muter kampus  sebenernya gak muterin sih, emang jalannya yang dilewatin panjang jadi berasa muterin  sampe kantin, sekedar mengganjalkan karbohidrat, dan langsung menancapkan gas ke arah kosan, sebenernya tadi kita berencana untuk mencuci mata di FKY (FestivalKesenian Yogyakarta), namun ada tragedi yang bikin segalanya jadi gak fokus gara-gara satu benda ini: STNK ilang!

Lebih parah lagi, ini bukan STNK Sari yang ilang, tapi STNK temennya. Gimana coba rasanya? Gue sih gak mau.

Lagi-lagi mendadak dan tanpa banyak ba-bi-bu, serta dibalut kegelisahan. Kita cus ke kosan dan berusaha mengobrak-abrik isi kosan demi menemukan benda sakral itu. But we got nothing.

Goodbye FKY. Goodbye STNK. Dan sampe besokannya, STNK itu masih menjadi misteri.
Saking misteriusnya si STNK itu, terlihat jelas di raut wajahnya Sari yang gelisah namun masih berusaha terlihat. Sampe-sampe dia begadang entah apa yang dilakukan.

Jadi setelah sekitar 2 hari ngerepotin tuan rumah, gue mulai melihat kesenjangan tipikal perkotaan Jakarta dengan Jogja, crowdnya berbeda. Dan di sana kalo menurut gue lebih friendly  i don’t say that Jakartans is frigid  karena mungkin memang budaya.

Dan tibalah saat petualangan dimulai. Ialah RRI Jogja tempat dimana diri gue menapakki kaki ini. Sebelumnya, merci beaucoup banget buat Sari yang udah ngasih tumpangan gratis sekaligus jadi tour guide selama 2 hari ini. See you on November di GSP pake toga, Sar. Sesegeralah mungkin pake toga, jangan kek gue yang seminar proposal skripsi aja belom.

Seperti biasa dan selalu begitu, gue hobi dateng mepet-mepet. Udah mah mana hampir telat, lari-lari lucu buat regis sana-sini dan test nyanyi lagunya GMB, ekspektasi gue berkata bahwa abis ini langsung naik bus menuju Desa Serut, namun realita menolak doa tersebut. Kita harus beli sayuran dulu di sebrang RRI yang jaraknya gak jauh sih tapi karena keadaan yang terburu-buru lantaran telat, jarak itu seakan melentur kaya karet. But we enjoyed at all.

Jadilah di sana kita bersama-sama mengejar waktu di tengah-tengah melewati sesaknya pasar dan berjalan dengan penuh kehati-hatian karena tiap dagagan jaraknya deketan dan nistanya gue ngelangkahin dagangan orang  swear gak ngeliat, soalnya emang gak keliatan kalo ada di taro sayuran di sana, sampe ditegor ibu-ibu yang sama-sama lagi belanja,

Ibu-ibu belanja: “Duh mbaak, dagangan dilangkahin, ra laku nanti.” (ra, dalam bahasa indonesia artinya “tidak”)
Gue: (tersadar)(kaget)(balik badan, tapi gak ada yang jagain dagangan yang gue langkahin tadi)(merasa bersalah, minta maaf berkali-kali) – sungkem(?) ojigi (?)

Sekali lagi minta maaf ya bu, gak liat sih ibu yang jualan dimana, tapi merasa bersalah aja. Sepanjang jalan gue terus berdoa biar dagangannya laris manis sampe akhir hayat.

Marilah cerita perjuangan ini kita persingkat, intinya kita sampai ke RRI lagi setelah belanja dan prepare keberangkatan menuju Desa Serut, homestay kita bersama.
Oiya, lupa bilang. Ternyata GMB Japan hadir di YA YLF kita dan turut membersamai kami selama 10 hari ke depan. Yeay~

Well…
I have so much things to say that my fingers can't type well – mostly mengenai hari pertama dan kedua acara YA YLF ini, karena kalau dijabarkan merinci akan mengalahkan jalan tol Cikopo-Palimanan.

Jadi…
Akan lebih baik kalo gue screencapture rundownnya aja.



Kebayang gak sih? Tinggal serumah dengan orang yang gak dikenal sebelumnya selama 3 hari 2 malam, dikasih makan, dapet fasilitas, dan itu semua FREE men! Salah satu pengalaman sensasional di rumah Bu Nur, bersama Kak Aisyah dan Kak Nanda  peserta YA YLF juga  namun sayangnya kebersamaan kami bersama hostfam hanya ketika pulang-solat, pulang-makan, dan pulang-tidur, benar-benar kurang ajar emang. Sesekali ngobrol itupun cuma pas masak bareng di rumah hostfam sama pas malem ketika mau tidur  kita bela-belain begadang di hari terakhir karena pengen ngobrol sama keluarga Bu Nur  udah banyak hutang budi kami kepadamu, Ibu. Semoga kita bisa bertemu dilain kesempatan *sedotingus


Ini Bu Nur. Buu, lama tak jumpaaa :(
Gak cuma masak dan makan bareng hostfam aja, kita juga masak bareng anak-anak GMB lainnya. Kenapa sih repot-repot belanja dan masak, padahal bisa beli jadi? Ketika kegiatan masak dan makan bersama dilakukan, akan semakin menyatukan ikatan emosional antar peserta, volunteers, dan semua komponen yang ikut. Setiap individu bisa merasakan energi positif yang tumbuh dalam dirinya, dan mempererat setiap interaksi yang terjalin secara harmonis. Dan yang gak kalah pentingnya, mengontrol finansial divisi keuangan wkwk coba bandingkan berapa biaya yang harus dikeluarkan kalo beli makanannya catering?


Sesi masak bareng. Dari kiri ke kanan: Kak Nabila, Kak Risty, Gue, Kak Asis, Katsumi Ota (GMB Japan), Kak Maizal. Semuanya lebih tuwir dari gue. Haha! *bangga
Sedangkan tinggal bersama warga desa merupakan suatu bentuk kegiatan yang bisa mengenal lebih dekat dengan warga dan membentuk rasa kekeluargaan. Ah banyak deh nilai yang bisa didapet, tiap orang memaknainya berbeda-beda.

Gak heran pas sepulang dari sini, masing-masing dari kita semakin akrab melebihi keluarga, dengan menciptakan suasana kekeluargaan, akan mendukung setiap program kegiatan yang GMB jalankan Karena semua berawal dari keluarga.

Paginya, senam dan jogging, selalu jadi rutinitas dari sejak National Camp. Satu kegiatan sepele yang dampaknya guede banget, bayangin kalo gak ada olahraga pagi dulu, gimana kegiatan di siang harinya?


Btw kok gue gak ada sih? :v
Bicara mengenai prestasi, Dusun Serut udah lama jadi dusun yang berprestasi di Kabupaten Bantul. Desa ini boleh dibilang maju apalagi dalam hal pengembangan Pertanian Organik Terpadu di Kawasan Organik, bahkan kita belajar banyak dari sini.

Untuk mensiasati tingginya biaya usahatani, Pak Kades memotivasi warganya untuk beralih kepertanian organik. Alat-alat mesin pertanian disediakan oleh kelompok, jadi petani gak perlu beli lagi. Cukup mereka menyewa dan kasnya untuk kelompok. Di Serut, kaum difabel (cacat) diberdayakan oleh Pak Toba untuk memproduksi pupuk organik. Sementara kandang-kandang ternak yang umumnya dirumah, direlokasi menjadi terpadu dengan pengolahan kompos.

Sekarang desa ini tumbuh menjadi kampung yang banyak dilirik oleh wisatawan, ilmuan, dan mereka yang mau belajar pengelolaan sampah, koperasi tani, pertanian organik dan berbagai kegiatan alternatif lainnya.

Preparing menuju Youth Adventure salah satunya harus tau dan paham betul mencakup ilmu medis, setidaknya kita tau lah pertolongan pertama yang harus dilakukan apa. Jangan sampe ngeliat temen pingsan cuma bisa tereak, “Eh pingsan dia pingsan wey!” sambil nunjuk-nunjuk si korbannya atau pas liat temen ketabrak mobil (naudzubillah) ekspresi kaget dulu abis itu nyebut nama temennya berkali-kali sambil dihampirin tapi cuma ditepuk-tepuk doang pipinya kek di sinetron.

Satu lagi yang kita dapet di hari kedua ini: Creative Writing!

Beda kan rasanya baca textbook kuliah satu halaman sama baca novel satu halaman? Mana yang bikin ngantuk? Bahkan mayoritas orang ada loh yang kuat baca novelnya Tere Liye dalam waktu sejam. Itulah magisnya creative writing.

Sebenernya ada banyak hal yang belum diinterpretasikan di tulisan ini mengenai rangkaian 3 hari di Jogja, seperti games dan ice breaking. Semua kegiatan mempunyai makna dan tujuan. Kenapa ada games? Kenapa ada ice breaking? Kenapa gamesnya begini kenapa gamesnya begitu? Kenapa tiap sesi kita dibagi pergrup tapi grupnya beda-beda terus sampe akhir? Kenapa dan kenapa? Kalo kepo, ikut GMB tahun depan biar tau sensasinya 😂

Bertemu dengan pagi lagi di tanggal 28, berawal dari jemuran yang belum kering, gue mendelay keberangkatan teman-teman buat YA (Youth Adventure). Karena malemnya gue, Kak Aisyah, sama Kak Nanda nyuci baju-baju yang kita ogah amat bawa-bawa ginian pas YA, kenapa malem nyucinya soalnya ini satu-satunya free time se-free-free-nya. Chaoslah gue gara-gara abis meres bajunya, harus digibrakkin dulu (bahasa indonesianya apa sih haha, maaf nih tulisannya agak semi vulgar dari awal) biar besokannya bisa kering.

Paginya ini kita bener-bener telat bangun, buru-buru subuhan terus lari-lari ke aula  tempat ngumpulnya kita selama 3 hari ini di jogja  dan memang beginilah rutinitas kita kalo udah jam kumpul, lari-lari ke aula karena kalo telat dikit, matilah! Wkwk.

Diawali dengan pengganjalan karbohidrat kepada para pemuka pemuda Indonesia, pembukaan persiapan keberangkatan Youth Adventure dimulai.

Plop!
Daripada berlama-lama dan lalalala, kita loncat ke jam 11 siang aja ya.

Imogiri, Jogja; salah satu tempat dimana Youth Adventure kita dimulai. Sekilas tentang YA yang harus kita jalani selama 4 hari 3 malam di tempat orang, kita dibagi pergrup dan masing-masing grup terdiri dari 3-4 orang. Tiap grup tersebut punya misi suci yang harus dilakukan di 2 kota yang berbeda (tiap grup kotanya beda-beda) dengan tujuan akhir Kota Jakarta dan selama itu kita gak boleh nginep di tempat kenalan (temen, sodara), kita cuma dibekali selembar soekarno-hatta per orang dan gak boleh pake uang sendiri selama 4 hari itu.

Lah gue gak makan dong? Gue tinggal di mana? Jogja-Jakarta pake modal cepe doang, 4 hari pula. Gak boleh meminta uang secara langsung. Wassalam.

Weits, bentar.
Dibalik semua kesulitan dan kegaiban Youth Adventure ini, ada satu hal essensial yang patut diketahui, bahwa manusia diciptakan multi talenta dan punya akal untuk bertahan hidup. Dan masing-masing orang mempunyai level kreativitas yang berbeda-beda.

Ini kali pertama buat gue pribadi untuk menikmati liburan yang menyegarkan sekaligus melelahkan. Gimana gak melelahkan, kita harus putar otak dengan selembar uang merah soekarno-hatta dari GMB buat menjalankan misi suci dari Jogja ke Jakarta, yang mana harus numpang di Kutoarjo dan Tegal dulu. Dan beruntungnya gue dapet grup yang anak-anaknya lebih sabar dan telaten dari gue *ciaat
Makasiih Nanda, makasiih Yuni.

Ialah Kantor Polisi Imogiri, tempat persinggahan yang kami jajaki semenjak induk kami meninggalkan anak-anaknya.

Saking out of bluenya journey ini, gue melupakan barang sakral yang biasa gue bawa selama edisi perjalanan: My lovely camdig; yang sebenernya sudah disiapin di atas meja belajar, yang lupa dibawa gegara lelet siap-siapnya. Maaf, saya Indonesia tulen
.

Singkat cerita, kita mendarat dengan selamat di Imogiri dan mencharge diri dengan gado-gado. Selepas shalat, tanpa pikir panjang langsung minta bantuan polisi dan we got nothing :(

Nyari tebengan dengan modal gerak-gerakin jempol kiri pun naas juga. Padahal kami udah mendramatisir dengan memasang muka menyedihkan. Dengan pengalaman yang minim tentang tebeng-tebengan, karena efek baru pemula kali ya jadi gampang nyerah, akhirnya dengan putus asa kita nyetop bus menuju Kutoarjo setelah sejam lebih berdiri di pinggir lampu merah.

Itu bener-bener kali pertama banget nyodorin jempol di pinggir jalan, gak kebayang gimana malunya ditanya bapak-bapak, "Kalo ke kutoarjo busnya di sono mbak."
"Dana kami minim, Pak. Mau cari tebengan."


Malunyaa diliatin setiap mobil dan motor yang berenti karena lampu merah.
Awalnya pas ditanya gitu, gue langsung pake masker yang dimodifikasi dari saputangan, biar gak malu-maluin amat. Efek anak terakhir yang selisih umur sama kakak 9 tahun, jadi sifat manjanya masih kental mungkin. Maafkan diriku, teman-teman.

Gak seru ya? Masa langsung naik bus terus udah gitu? Gak ada nebeng truk atau pick up?

Eits, ini belom kelar, sampe Kutoarjo dan menemukan Masjid megah dekat alun-alun, karena memang sudah mau sore yowes solat dan leha-leha dulu. Padahal dalem ati ngarep ada ibu baik hati yang negor dan nanya-nanyain tujuan kita terus ngajakkin nginep di rumahnya dan dikasih makan. Hellow?? Bangun, mbak!


Karena merasa berdosa sudah menggunakan 20k dari 100k, terlintas ide konyol yang keluar dari kepalanya Nanda: Menjual jasa suara untuk menghibur orang-orang sekitaran alun-alun.
Awalnya gue cuma ketawa dan berpikir itu cuma bercanda. Eh taunya mereka emang lagi serius. Ya salaaam!

Segala cara tolakkan sudah gue lontarkan mulai dari, “Eh teater lebih seru.” balesannya, “Ini malem ty, mana keliatan.” gue cuma, “Oh iya ya.”
Kemudian, “Yun, kamu bawa baju daerah buat nari bali kan?”, yuni bilang, “Gak keliatan tyy nari malem-malem wkwkw.”
Terus, “Eh kita ini aja, itu aja, blablablabla.” dan ujung-ujungnya usul gue dibalas dengan gelengan.

Gue hanya menelan ludah dan mulai memasrahkan diri kepada gravitasi.
Perjalanan gue lanjutkan dengan penuh nestapa, muka gue udah kaya kanebo kering. Sedangkan gue liat Nanda dan Yuni udah mulai bahas mau nyanyi lagu apa, dalam kondisi itu rasanya gue lebih milih ngerjain soal ujian Statika Struktur atau Getaran Mekanik.

Omoooo omooo!

Segala gengsi, malu, campur aduk jadi satu dalam sebuah cangkir sehingga terciptalah secangkir cappucino hangat *eet paan sih

Namun, mereka yang menikmati suara kami yang sebenernya itu fals banget men malah kalah banget sama pengamen sesungguhnya, dengan cuma-cuma memberikan beberapa lembar dan koin, walhasil uang yang kepake buat naik bus tadi balik jadi 50% nya. Matur nuwun loh, Pak'e, Buk'e, Mas'e, Mbak'e~

Dan tiap kali mendengar, "Malam ini, kusendiri, tak ada yang menemani~ nanananaa." jadi ke flashback lagi kejadian di malam alun-alun kutoarjo~

Entah malaikat jenis apa yang Allah kirimkan ke Kutoarjo, dan alasan apa yang membuat mereka gampang banget berbagi rezekinya ke kita, namun mereka melihat kami berbeda, malah kami disangka anak pkl yang lagi cari dana buat event. Syukurlah.


Karena memang udah larut dan anak kecil gak boleh keliaran malem-malem
 *pasang muka unyu*  kita pulang ke rumah yeaaay. Eh! Ke masjid maksudnya.

Di masjid, ada marbot baik hati dan tidak sombong yang dengan sukarela memberikan salah satu ruangan untuk kami menginap. Matur nuwun nggeh, Pak Bambang, Pak Rahmat, Pak Mahfud.

Dan tibalah saatnya menghirup udara pagi yang diselingi suara teduh nan syahdu, yang berhasil masuk ke dalam sanubari dan membuat dunia me-mute-kan aktivitasnya. Air mata menandai sendu, bagai titik-titik embun syahdu membongkarkan rahasia setangkai anggrek yang telah layu. Menembus setiap jantung seakan tertatih menyambut adzan yang kian merdu terdengar dan mendebarkan kalbu.
Itupun juga kali pertama menikmati getar nada yang padahal selalu didengar setiap hari. Terimakasih, Allah.


Cerita kami berlanjut saat matahari menyinari tubuh kami yang belum mandi. Yew, kami gak bisa mandi karena masjid mau dikunci dan bapak marbot mau pulang. So it's really hari kedua adventure kami, huh? Dan kami masih bernasib naas juga, huh?

Berada di sana, membuat kami sadar bahwa ada banyak kesenjangan yang tidak terlihat begitu jelas di kota, tapi disitu semua jadi nyata. Saat berjuta-juta orang menghabiskan uangnya karena terlalu kaya, pagi ini di resto ini, siang nanti di cafe itu. Makan ini itu, atau bahkan dimuntahin lagi biar bisa makan lagi dengan membabi buta kek di film Divergent. Sedangkan di sisi dunia yang lain, ada juga berjuta-juta orang yang banting tulang cari kerja, rela gak makan buat menghemat, ada yang udah tau butuh nutrisi tapi makanannya gak ada.

Singkat cerita, kita nyelip-nyelip di jalanan antah berantahnya Kota Kutoarjo. Kita jadi ngerasain penderitaan itu, dimana ditolak sana sini untuk menjual jasa sampai pada akhirnya ada ibu baik hati dari salah satu RM yang berhasil kita luluhkan hatinya. Dengan membantu ibu itu untuk bersih-bersih rumah dan menjadi koki sampingannya, kita dapat bekal finansial dan ganjalan karbohidrat untuk misi selanjutnya di Kota Tegal plus bonus pottasium selama perjalanan. Matur nuwun nggeh, Bu Risti dan Pak Lian .


Narsis dulu di RM
Semoga laris manis terus ya, Pak, Bu! :')


Sampai pada sorenya, gue (lagi-lagi) mendelay keberangkatan teman-teman untuk menuju Tegal. Mianhae, cingu~ Tiba-tiba tubuh ini gak bisa di ajak kompromi, efek dari gak cek ke dokter. Gomen, gomeen! *ojigi
Sehingga membuat kami menunggu sampai magrib tiba dan mencari tebengan.

Bingo!
Hari penuh perwujudan harapan bagi orang-orang yang menderita selama kemarau tiba (baca: kami). Keajaiban ini di sponsori oleh postingan teman-teman kelompok lain yang menceritakan pengalamannya di sosmed, melihat bahwa mereka dengan mudahnya mendapatkan tebengan dan tumpangan hidup, jiwa kami terbakar dan kami gak mau kalah! Hal ini kami lakukan karena dana yang semakin membuat dompet tipis, setipis tubuh kami yang irit makan berhari-hari *gak deeng


Modal jempol goyang ternyata gak cukup lihai untuk menarik simpati. Bukan kita banget kalo gak putar otak cari ide untuk move forward. 

Walhasil, ada seorang bapak-bapak baik hati nan mulia yang memberikan tawaran tumpangan pada kami menuju Kebumen. Ya, karena malam semakin larut, dan perut kami makin mengerucut (boong kok), kami masuk ke mobilnya. Setelah bercerita ngalor ngidul wetan ngulon, ternyata kami baru tau bahwa kendaraan yang kami tumpangi ini adalah mobil travel. Dasar anak-anak kurang ajar, maafkan kepolosan kami, Pak Sigit.


Tadinya beliau sempat menawarkan rumahnya untuk diinapi kami, tapi yaaah biasa lah pura-pura gak enak dulu, tapi ujung-ujungnya kita nginep di masjid pom bensin wkwk.

Dengan keadaan pom bensin yang dengan bebas lalu lalang orang masuki, kami menerapkan sistem changeshift untuk jam tidur.

In my case, the smell of kindness is already here. Paginya, ada mas-mas baik hati yang mirip Harry Potter yang mau kasih tumpangan ke kita sampe Purwokerto, negeri Baturraden, salah satu lokawisata yang gue gak pernah kesampean buat ke sana. Next time lah. Namun sebelum itu ada mas-mas yang nanya kita dari mana, mau ke mana, tujuannya apa, dan mau makan apa *eh


Mas-mas harpot yang baik hati, semoga selalu dimudahkan segala urusannya, mas :')
Sampe akhirnya pembicaraan itu berakhir di kalimat, "Wes, tunggu sini dulu ya. Nanti tak ongkosin."
Bukan karena kami mau ongkosnya, tidak! Kami nunggu karena masnya sudah memberi caution kek gitu, kan jadi gak enak. Namun jam terus berputar dan kami tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa kami harus melanjutkan ke destinasi berikutnya. Pangapunten yo mas'e :(

Tadinya kami mau nulis sebuah pesen di kertas dan ninggalin di masjid kalo kami sudah berangkat, tapi gak jadi, terlalu romantis.

A long way to go, mas-mas harpot tadi dengan ramah mengantar kami sampai di Purwokerto saat matahari sedang nyengir-nyengirnya. Namun saking nyamannya numpang di avanza, gue dan Yuni sampe kebablasan (baca: ketiduran), sedangkan Nanda yang duduk di depan asik ngobrol ngalor ngidul sama mas harpotnya. Pangapunten loh mas, emang gak tau diri kami ini.

Bener-bener out of box, mungkin karena masnya terkesima dengan kami ini yang menjalankan misi suci sebagai anak GMB *halah* dengan cuma-cuma ia menyodorkan selembar soekarno-hatta ke kami yang katanya buat sangu. Ya Allaaah, murahkan rezeki mas harpot ini selamanyaa.

Tanpa dipungkiri, di Indonesia ini ada ribuan bahkan jutaan orang baik hati yang menyebar di seluruh penjuru nusantara. Yang bila dan jika dibuat jaringan yang saling menghubungkan, akan tercipta sebuah negara yang maju dan tentram.

Gak berhenti sampai di situ, kami (lagi-lagi) menemukan keluarga bahagia yang baik hati, yang ternyata mereka sengaja meminggirkan mobilnya dan memperhatikan kami menyetop beberapa kendaraan dari tadi! Ketika kami menghampiri mobilnya, seperti biasa orang-orang akan bertanya 5W+1H ke kami. Dan (lagi-lagi), entah mungkin terkesan atau terharu, Pak Purnomo dengan cuma-cuma memberikan sangu kembali kepada kami. Walaupun memang tujuan tempatnya tidak searah dengan kami.

Belum. Cerita ini belum berakhir, sabar ya. Lagi dan lagi, Allah sengaja mengirimkan orang-orang ini untuk membantu kami, supir angkot, yang kami tau beliau sebenernya lebih butuh uang daripada kami, dengan legowo memberikan tumpangan gratis sampai lampu merah berikutnya yang kami yakini sebenernya itu jauh banget tapi kami ngotot jalan. Pak Priyanto bilang, lampu merah merupakan tempat strategis untuk meminta tumpangan gratis. Dan kami memang berhasil melakukan itu, sekali lagi gue perjelas, ini kami lakukan karena dana yang sangat-sangat minim, namun tak seminim tas yang kami bawa, coba bayangin seberapa penderitaannya kami bawa-bawa tas gebok dan 2 goodiebag mana jalan berkilo-kilo.

Mana lagi sepanjang jalan kami sibuk memperhatikan makanan dan minuman yang dijual di pinggir-pinggir jalan, gak cuma aroma semerbak yang kecium, tapi juga makanannya keliatan jelas. Namun kita kembali teringat bahwa satu orang hanya dibekali lembaran merah soetta dan gak boleh menggunakan uang pribadi. Entah apa yang terjadi bila suatu saat (pas bukan program GMB kek gini) mampir ke sini dan keliling-keliling, mungkin gak cuma dompet gue yang menipis, tapi rekening gue juga. Jadi gue sangat-sangat berterimakasih pada program GMB ini yang telah menyelamatkan finansial gue walaupun perjalanan ini berasa kek Ramadhan.

Satu yang kami salutkan dari Pak Rohman, supir mobil pick up yang padahal tadi kami ketemu loooh di lampu merah sebelumnya namun beliau gak kasih tumpangan ke kami karena ada hal urgent yang harus beliau antarkan via JNE.

Tapi, kebayang gak sih kalau beliau ternyata nyusul kami di lampu merah berikutnya, karena katanya gak tega sama kami yang dari Kutoarjo kerjanya nyetop-nyetopin kendaraan, untung aja ketemu loh pak, kalo gak kami gatau masih hidup apa nggak.

Denger cerita-ceritanya yang katanya beliau sempat berjanji pada dirinya sendiri kalau JNE buka, bakal nyusulin kami, gue sempat meneteskan sedikit air mata dan...ah lebay ah. Gausah dilanjut ya bagian ini, soalnya ini pas moment-moment lagi melankolis-melankolisnya.

Sampailah di Ajibarang dan tararararaa, gak ada nikmat yang gak kami rasakan dari Allah. Kami yakin, keluarga Pak Rohman lebih membutuhkan itu daripada kami. Deuh ya, gimana gak bersyukur kalau dikasihnya lembaran soekarno-hatta, lama-lama kami bisa ke bandara soekarno-hatta juga nih.
Akhirnya kami sampai di pom bensin untuk sholat dan berhasil menjejalkan karbohidrat ke dalam tubuh sehingga kami bangkit dari kelinglungan. 

Ada yang mau tebak gimana kelanjutannya?


Yap, benar! Kami dapet tumpangan lagi *suaratepuktanganriuh
*padahalgakadayangjawabcoba


Ada mobil pick up yang padahal beliau lagi ngangkut kasur tapi mau-maunya ngasih tebengan ke kami di depan. Duh ya bikin sempit ruangan aja.

Namun Pak Umar gak menuju ke Tegal, tapi ke Ajibarang. Yowes gowes ae. Dan seperti biasa, dari Ajibarang dapet tumpangan lagi ke persimpangan Brebes-Tegal. Seumur idup, baru kali ini naik truk barang. Gimana coba sensasinya? Yuhuu~

Dan baru diperjalanan ini gue nemu orang yang sesuku (baca: sundanese), karena daritadi nemunya wong jawa terus. Mas Rian dan Mas Adit ini salah satu yang peka banget hatinya, walaupun mukanya kaya pambalap yang ada di game Road Rash, tapi mereka mau berenti dan minggir hanya karena gue gak sengaja iseng goyangin jempol. Itu asli lagi iseng, karena sebenernya kami sudah meninggalkan cara klasik itu.

Dan yang terakhir. Duh ya, ini terakhir kami numpang loh, mobil panther yang mau belok ke arah tegal berhenti dan mengantar kami ke Slawi. Mauliate godang, Pak Golden.

Berakhirlah cerita tumpang sana tumpang sini versi kami. Hari ini berasa menang undian berturut-turut, dengan mudahnya ditumpangi FREE dari Kutoarjo sampe Slawi, plus gak perlu nunggu lama-lama di pinggir jalan.

Karena lelah dan kami memang harus menjalankan misi selanjutnya sebagai anak GMB *ba-dum-tss* maka naiklah kami ke kendaraan yang kalo di jakarta namanya Kopaja, kalo di daerah sini gatau namanya apa. Harganya murah sih tapi gila banget asap hitam dari kendaraan bermesin diesel kek gitu. Tapi tetap masih lebih bahaya asap rokok dibanding bahaya asap mesim diesel. Eh spoiler dikit nih. Mau tau hasil penelitian ilmuwan di Italia apa? Mereka membuktikan, bahan pencemar udara yang dikeluarkan rokok ternyata sepuluh kali lebih besar dibanding bahan serupa yang dikeluarkan mesin diesel. Bahkan, tiga batang rokok yang mengepul ternyata menghasilkan peningkatan partikel di udara sepuluh kali lebih banyak daripada yang dikeluarkan asap mesin diesel yang menyala!
Jadi, buat para smoke lovers, kurang-kurangin deh. Rokok udah mau naik harganya loh, kali-kali aja bulan depan sebungkus jadi sejuta.

Sampai tegal dan menjalankan misi selanjutnya, yakni membagikan beberapa kebutuhan ke Panti Asuhan Suko Mulyo, (lagi-lagi) kami dapet tebengan, tapi bukan tebengan kendaraan, tapi tebengan idup alias tumpangan nginap dari Bu RT baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung bernama Bu Robiah dan keluarganya.

Bayangin coba, udah numpang, tidurnya beralaskan kasur dan disuguhi berbagai macam makanan dan sarapan. Bener-bener kaya di hotel.

Satu hal yang bikin gue luluh karena keramahan dan ke-legowo-an orang-orang jawa, terutama di sini, pas mau solat, tiba-tiba ada gadis kecil yang nyamperin dan manjangin sajadahnya supaya bisa bagi dua sama gue. Sepele sih, tapi liat deh, ini gadis kecil loh, umurnya masih sekitar 7 tahun tapi jiwa berbaginya udah tumbuh. Semoga jiwa ini terus tumbuh dalam dirimu sampai nanti, dek.

Ada puluhan hikmah dan pelajaran selama empat hari yang sangat berharga dan gak akan pernah kami dapatkan di bangku kuliah. Salah satunya kekeluargaan.

"Keluarga merupakan mahakarya terbaik dari alam semesta."


“Tidak akan timbul kebaikan yang muncul di hati mereka yang menolong bila tidak ada rasa kekeluargaan dalam jiwanya."

Semoga rezeki yang melimpah selalu diberikan kepada mereka yang berbuat baik.
Berakhirlah misi ziarah tangan dibawah dan tangan di atas versi kami di Kutoarjo dan Tegal. Kutoarjo ialah tempat ziarah di bawah tangan versi GMB, yang berarti bukan meminta-minta, posisi kita memang di bawah, ini agar kita tau gimana jatuh bangunnya orang-orang yang berada di bawah, merasakan apa yang mereka rasakan agar kedepannya kita bisa menjadi problem solver buat mereka, dan juga agar lebih menghargai apa arti perjuangan, menghargai setiap titik kenikmatan yang kita dapatkan.

Kerasa deh gimana rasanya ketika lo mau ke suatu tempat tapi gak ada duit, tau rasanya nyari tumpangan terus akhirnya dapet tebengan, itu rasanya alhamdulillah banget, karena udah cape-cape berdiri di pinggir jalan, panas-panasan, mana ngegendong tas yang beratnya nyaingin dosa lo *eh bercanda* jadi tau gimana rasanya ketika berjuang supaya dapet uang, entah itu dengan jualan atau menjual jasa, capenya menunggu pembeli atau diterima kerja walaupun cuma jadi koki sampingan, ketika mencapai keberhasilan itu rasanya semua lelah keringat terbayarkan. Dan rasanya bersyukur banget. Dan memang gak bisa dipungkiri bahwa semampu apapun, kita masih butuh bantuan orang lain.

Ketika ziarah di atas tangan versi GMB dilakukan, semua bantuan dari orang-orang baik tadi kita bayar lunas dong! Gantian, beri bantuan ke orang lain walaupun bukan ke orang yang sama, itu wujud dari rasa syukur yang kita terima. Karena udah dibantu, jadi bantu balik. Pernah liat video clipnya L’Arc en Ciel yang judulnya “Link”? Nah kek gitu gambarannya haha *gue jamin langsung pada searching*
Hidup jadi lebih indah kalo saling berbagi, bukan?

Ialah Jakarta yang menjadi destinasi terakhir kami berlabuh, kota berleluhur, bercita rasa, dan bersejarah besar. Terletak di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa.


Sekedar menjabarkan intisari dari Wikipedia. Nama Jakarta sudah digunakan sejak masa pendudukan Jepang untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia. Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota kejayaan".

Thank you to Wikipedia and those article writers who are so genius and so diligent to put all valid sources into their writings, setidaknya gue bisa sedikit membawa sejarah dan pengetahuan di postingan absurd ini.

Di tengah perjalanan panjang menuju rumah (rumah gue tangerang, jadi dari jakarta bisa ngesot dong) ada bau semerbak dari makanan khas indonesia yang merknya sudah terkenal di penjuru dunia: Indomie rebus please~

Ah, jadi spam kan. Balik lagi ke topik.


Kami ingin menggambarkan satu perjalanan yang nggak pernah kami duga dalam hidup – sebuah perjalanan panjang dan sebuah kehidupan dari titik jogja yang pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010; yang memberikan sejumlah pengalaman, pengajaran, dan hikmah.

Overall, kami bener-bener nikmatin perjalanan ini, pas banget sama lagu GMB nya, "....tak kan terlupakan pengalaman ini, menjadi pemuka pemuda~."

Buat gue, YA ini seru banget, tapi buat yang nggak terlalu suka menderita di jalan, uh... Mungkin nightmare ya.

Agak susah menerima kenyataan bahwa perjalanan ini akan segera berakhir. Ya, liburan yang susahnya dicari sendiri, terasa bener-bener menyegarkan setelah mengalami pengalaman paling gaib selama 20 tahun gue hidup. Sebentar lagi semua kemanisan ini akan terhapuskan oleh YLF (Youth Leaders Forum) yang I bet, jauh lebih padet gila jadwalnya. Sebentar lagi itu bener-bener sebentar, guys.

Sampai jumpa, Jawa Tengah. Provinsi yang gak bakal kalian temuin orang ngomong, "Tulisan lo keren banget anjir." atau bahasa kasar lainnya wkwk.

Walaupun capek, 28-31 Agustus sangat seru! Banyak kalori terbuang tanpa diet, banyak gerutu, banyak panik yang memacu hormon andrenalin... Pokoknya merci pour mes amis!
Ketika kita memasuki radius Jakarta, kita akhirnya menyadari bahwa effort kita terbayar. Seperti layaknya di film-film, pas turun dari kijang innova *halaah gaya banget, ini kita lagi hoki aja naik uber gratis* tentunya girang dong. Berasa udah melewati tebing tinggi, menghadapi tanjakan-turunan ekstrim, mengarungi lautan, melawan arus dan ombak, belum lagi harus berhadapan dengan angin puting beliung demi bisa sampai ke resort. Dan resortnya adalah PP-PON Cibubur.

Sebuah perjalanan panjang yang disambut dengan Welcoming Party, berbagi kisah perjalanan. Perjalanan yang boleh jadi pertama kali banget dalam hidup namun bisa mengubah hidup beberapa tahun ke depan.

Kali ini hukum Rhoma Irama berlaku, “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” di sini gak cuma tinggal di wisma ala hotel tidurnya yang ber-AC dan ada water heater nya, tapi juga sampe hari terakhir, gizi kami sangat sangat tercukupi wkwk karena makanannya 4 sehat 5 sempurna plus dikasih ult*a mi*k  sensor!  setiap hari. Jadilah tubuh kami sehat, kuat, dan ceria *gaya ala-ala iklan

Namun dibalik itu semua menyimpan jadwal yang sangat sangat padat, sepadat penduduk Jakarta. Gimana gak padet kalo baru boleh tidur jam 22-24 dan harus bangun jam 5. Namun kami percaya bahwa volunteers dan board member pasti lebih pendek jam istirahatnya ketimbang kami ini.

Antusiasme GMBers saat sesi tanya jawab. Beginilah pendidikan yang benar wkwkw
Latihan saman buat perform


Latihan nari buat perform juga, tapi gue lupa tarian apaan ini, hahaha. Maafkan gue yang terlalu lama menunda tulisan, beginilah efeknya.

[Masih] sesi YLF

Dari kiri ke kanan: Miku (GMB Japan), Kak Jean, Katsumi Ota (GMB Japan), Kak Nanda

Sebelum berangkat YA YLF, hahaha. Salah naro nih gue, harusnya di atas.

Di kopaja versi jogja, entah apa namanya.

Lagi liat cara ngolah pupuk
Entah mereka lagi nari apa
Hari-hari selama YLF gak kalah menariknya, biar postingan ini gak terlalu panjang, enaknya gue langsung screenshoot jadwalnya aja ya.




Sekian dan berakhirlah tahapan seleksi rasa liburan di atas, such a long time to write but i had never been this enthusiast before in the past year. Maafkan kekhilafan penulis yang baru nulisnya satu tahun kemudian, karena walaupun gue emang sedang magang di bidang jurnalistik, gue gak begitu se-excited seperti nulis tulisan formal. Yaa beginilah jadinya, banyak keabsurd-an dalam postingan blog yang apa banget hahaha.

Lagi latihan bareng buat persiapan peform apresiasi seni dan budaya indonesia oleh GMB



Surat Cinta *eh, Surat Sahabat dari tiap peserta, ini nih yang gue demen. Hahaha. Segala kesan, pesan, dan pujian, bahkan hadiah bisa lo selipin di sini, jadi gak harus ngomong secara langsung ke orangnya.
Belasan pucuk surat buat gue :') Hiks, gak nyangka sebanyak ini

Foto Bersama saat YLF (Youth Leaders Forum) GMB 2016
Hari terakhir YLF
Buat yang mau ikutan GMB 2018, bakal ada oprec di awal tahun 2018 nanti. Jadi, ikutin terus sosmed GMB yo!
Website: www.g-mb.org