Selamat datang di bulan Agustus 2016 — nulisnya oktober 2017 sih, ah who
cares! — Selamat datang di bulan yang menawarkan sejumlah kebahagiaan,
kebahagiaan buat kami para YA YLF yang bakal berpetualang di sepanjang pulau
jawa tanpa dibekali finansial yang memadai.
Dan gue menyadari bahwa scientific writing yang biasa gue tulis
mungkin bisa seindah dan sedominan dibandingkan creative writing seperti ini,
ngalor-ngidul writing done in this absurd story, walaupun nulisnya absurd tapi
menyimpan sejumlah makna yang sangat sangat berharga, wahai para pembaca.
Sangat menyedihkan untuk mengakui bahwa belakangan ini......inget
punya blog, udah ada rencana nulis tapi gak jadi-jadi, sampe ingatan itu terus
menerus gentayangan dan berputar-putar di atas kepala, lantaran sibuk
mengumpulkan foto-foto — minta sana minta sini, maklum selama di tkp semua
jepretan by hape temen — untuk mengembalikan memori yang tertimbun. Jadi
ingatan gue yang memendek ini semoga bukan impact dari matinya sel-sel otak. I’m not Dory kok!
Padahal selama di Jogja-Jawa Tengah-Jakarta, udah komat-kamit pengen
ngepost blog pasca perjalanan, tapi karena setelah itu masih harus ngumpulin
foto-foto dari berbagai sumber (hape temen, sosmed GMB) hasrat menulis yang
menggebu-gebu itu euforianya nggak sampai ke jari.
Sebelum masuk ke inti, gue hanya memperingatkan bahwa cerita ini bisa
jadi setebel kitab, jadi disarankan buatlah cappucino hangat secepatnya supaya
cerita ini bisa merambat masuk ke dalam pembuluh darah kalian.
Gue hanyalah seorang mahasiswi yang sedang dilanda antusiasme akan
rencana liburan sekaligus dilanda kejenuhan klimaks yang merupakan sindrom semester
tua dan tiba-tiba tawaran YA YLF ini datang tanpa diduga.
Buat yang masih bingung apa itu YA & YLF, sedikit mau kasih
penjabaran, program ini diadakan oleh GMB (Gerakan Mari Berbagi) yang merupakan
gerakan moral untuk mengajak, mendorong dan memberi bukan mencaci maki tanpa
solusi terhadap tantangan dan persoalan yang ada disekitar kita. Juga untuk
mendorong dan mengarusutamakan sikap mental dan perilaku untuk memberi dan
berbagi (giving back values), sehingga makin banyak pola pikir para pemimpin
bangsa ini yang mengacu pada “Apa yang bisa saya lakukan untuk membuat diri
saya, keluarga saya, lingkungan saya, masyarakat dan bangsa saya menjadi lebih
baik” dan bukan hanya terpaku mengeluh dan protes tanpa memberikan solusi yang
konstruktif. Atau kalo mau lebih jelas bisa klik tulisan GMB, semua tulisan
yang berwarna di sini udah diatur supaya bisa diklik untuk menuju link url
yang bersangkutan.
Nah, YA & YLF ini merupakan rangkaian seleksi untuk menjadi
bagian dari GMB, bisa liat di bawah ini:
Rangkaian seleksi GMB 2016 |
Jadi awalnya, gue sama sekali nggak kepikiran kalo bakal lolos di YA
YLF, gue cuma tau kalo tanggal 23 Agustus harus ke malang buat seleksi final beasiswa,
namun istikharah membelokkan rencana tersebut. Gatau prefer yang mana, rasanya
pingin nangis terharu sambil cium tanah sekitar hahaha.
Kemudian, tibalah hari di mana kita — gue ketemu Anita, Merlin,
Yessica di St. Sentiong — hampir ketinggalan kereta bengawan lantaran sifat
“nanti-nanti” dan segalanya mepet, yang masih mendarah daging dan menjadi kulit
kedua. Telat 5 menit, matilah!
Lucunya, pas di boarding gate gue nyari-nyari KTP di dompet tapi gak
nemu-nemu,
Gue (A): “Mbak, lupa naroh KTP, adanya fotocopyan, gapapa lah ya.” (sambil
gemeteran, maklum abis marathon)
Mbak-mbak stasiun (MS): “Lah ya gak bisa,”
A: “Duh suer kok gak ada ya, mau berangkat nih mbak bengawannya.”
(masih gemeteran, sumpah ngakak, mau nangis ini)(mana Anita udah waswas berdiri
deket boarding gate)
MS: “Kartu Pelajar gapapa.” (dalem ati, lu kire gue masih SMA)
Namun alhamdulillahnya nemu tuh KTM dan cus lah kita ber7 menuju lempuyangan — di dalem
kereta ketemu Putnaf, Arief, Maizal — Yuhuu!
Tugu Jogja |
Pucuk di cinta ulam tiba!
Saya datang, Jogja. Kembali lagi ke pelukan Anda setelah sekian lama.
Saya datang, Jogja. Kembali lagi ke pelukan Anda setelah sekian lama.
Langsung loncat aja ke jam 8 malem ya. Dengan baik hatinya ada
bidadari jogja bernama Sari — temen sekomunitas yang sebenernya kita belom
pernah ketemu looh tapi doi mau-maunya nawarin kosannya buat diinepin gue — naik
motor malem-malem dan ngejemput di lempuyangan.
Kata orang, jogja itu romantis. Tapi malem itu jadi gak romantis
gara-gara kelaperan dan maksa Sari buat makan nasgor dulu di pinggiran.
Ternyata, yang dikatakan mayoritas orang emang bener, orang jawa emang asli
lembut dan baik, gak kaya gue yang ‘katanya’ lembut sih di awal perkenalan, bahkan faktanya, orang-orang yang baru mengenal gue pasti menganggap gue pendiam dan gak banyak bacot, pas udah kenal
lama, omoooo!! Hati-hati aja.
Setelah ber-wara-wiri dan lalalala, tibalah di kosan Sari dan ketemu temen baru! Ialah seorang gadis bernama Eka, a medical record student yang dari stylenya gak keliatan kaya anak medical, mukanya sih kalem tapi ternyata hiperaktif banget, apa aja diceritain, asik banget gadis yang satu ini. Tapi sayangnya lupa selfie sama bocah ini~
Paginya di ajak Sari dan Eka ke
wisudaan, tepatnya ke Grha Sabha Pramana, tempat dimana gue sok-sokan tau jalan
tapi taunya malah nyasar. Ceritanya, Sari dan Eka nemuin temennya yang
diwisuda, sedangkan gue nunggu di Perpusat UGM sambil manfaatin wifi. Selang
beberapa menit, adzan dzuhur berkumandang dan tentunya langsung cari masjid
terdekat, namun realitanya gue malah menemukan masjid (yang sebenernya)
terdekat namun proses menemukannya melalui jalan yang terjauh.
Sari Widya Utami (kanan). Gadis muslimah yang uuuh, ukhti bangeeet bre~ Tolong abaikan sampah-sampah dibelakang! |
Kalo dianalogikan dengan jam dinding mungkin sama aja kek tadinya gue berada di jam 2 terus berjalan ke jam 3, 4, 5 dst sampe berenti di jam
1. Jam 2 adalah perpusatnya, jam 1 adalah masjid perpusatnya wkwk. Sampe-sampe
ngelewatin FIB, Psikologi, FEB, FH, FISIP dan itu kalo ditotal hampir sejam,
men! Entah apa yang ada di pikiran gue, banyak manusia yang bersliweran di sana
namun mengapa diriku tidak bertanya saja dimanakah lokasi masjid berada?
Setelah puas ber-youtube-an ria dan berhubung cacing-cacing di perut
gak bisa diajak kompromi, kita muter-muter kampus — sebenernya gak muterin sih,
emang jalannya yang dilewatin panjang jadi berasa muterin — sampe kantin,
sekedar mengganjalkan karbohidrat, dan langsung menancapkan gas ke arah kosan, sebenernya
tadi kita berencana untuk mencuci mata di FKY (FestivalKesenian Yogyakarta), namun ada
tragedi yang bikin segalanya jadi gak fokus gara-gara satu benda ini: STNK
ilang!
Lebih parah lagi, ini bukan STNK Sari yang ilang, tapi STNK temennya.
Gimana coba rasanya? Gue sih gak mau.
Lagi-lagi mendadak dan tanpa banyak ba-bi-bu, serta dibalut kegelisahan.
Kita cus ke kosan dan berusaha mengobrak-abrik isi kosan demi menemukan benda
sakral itu. But we got nothing.
Goodbye FKY. Goodbye STNK. Dan sampe besokannya, STNK itu masih
menjadi misteri.
Saking misteriusnya si STNK itu, terlihat jelas di raut wajahnya Sari yang
gelisah namun masih berusaha terlihat. Sampe-sampe dia begadang entah apa
yang dilakukan.
Jadi setelah sekitar 2 hari ngerepotin tuan rumah, gue mulai melihat kesenjangan tipikal perkotaan Jakarta dengan Jogja, crowdnya berbeda. Dan di sana kalo menurut gue lebih friendly — i don’t say that Jakartans is frigid — karena mungkin memang budaya.
Dan tibalah saat petualangan dimulai. Ialah RRI Jogja tempat dimana diri gue menapakki kaki ini. Sebelumnya, merci beaucoup banget buat Sari yang udah ngasih tumpangan gratis sekaligus jadi tour guide selama 2 hari ini. See you on November di GSP pake toga, Sar. Sesegeralah mungkin pake toga, jangan kek gue yang seminar proposal skripsi aja belom.
Dan tibalah saat petualangan dimulai. Ialah RRI Jogja tempat dimana diri gue menapakki kaki ini. Sebelumnya, merci beaucoup banget buat Sari yang udah ngasih tumpangan gratis sekaligus jadi tour guide selama 2 hari ini. See you on November di GSP pake toga, Sar. Sesegeralah mungkin pake toga, jangan kek gue yang seminar proposal skripsi aja belom.
Seperti biasa dan selalu begitu, gue hobi dateng mepet-mepet. Udah
mah mana hampir telat, lari-lari lucu buat regis sana-sini dan test nyanyi
lagunya GMB, ekspektasi gue berkata bahwa abis ini langsung naik bus menuju
Desa Serut, namun realita menolak doa tersebut. Kita harus beli sayuran dulu di
sebrang RRI yang jaraknya gak jauh sih tapi karena keadaan yang terburu-buru
lantaran telat, jarak itu seakan melentur kaya karet. But we enjoyed at all.
Jadilah di sana kita bersama-sama mengejar waktu di tengah-tengah
melewati sesaknya pasar dan berjalan dengan penuh kehati-hatian karena tiap
dagagan jaraknya deketan dan nistanya gue ngelangkahin dagangan orang — swear
gak ngeliat, soalnya emang gak keliatan kalo ada di taro sayuran di sana, sampe
ditegor ibu-ibu yang sama-sama lagi belanja,
Ibu-ibu belanja: “Duh mbaak, dagangan dilangkahin, ra laku nanti.”
(ra, dalam bahasa indonesia artinya “tidak”)
Gue: (tersadar)(kaget)(balik badan, tapi gak ada yang jagain dagangan
yang gue langkahin tadi)(merasa bersalah, minta maaf berkali-kali) – sungkem(?)
ojigi (?)
Sekali lagi minta maaf ya bu, gak liat sih ibu yang jualan dimana,
tapi merasa bersalah aja. Sepanjang jalan gue terus berdoa biar dagangannya
laris manis sampe akhir hayat.
Marilah cerita perjuangan ini kita persingkat, intinya kita sampai ke
RRI lagi setelah belanja dan prepare keberangkatan menuju Desa Serut, homestay kita
bersama.
Oiya, lupa bilang. Ternyata GMB Japan hadir di YA YLF kita dan turut
membersamai kami selama 10 hari ke depan. Yeay~
Well…
I have so much things to say that my fingers can't type well – mostly mengenai hari pertama dan kedua acara YA YLF ini, karena kalau dijabarkan merinci akan mengalahkan jalan tol Cikopo-Palimanan.
I have so much things to say that my fingers can't type well – mostly mengenai hari pertama dan kedua acara YA YLF ini, karena kalau dijabarkan merinci akan mengalahkan jalan tol Cikopo-Palimanan.
Jadi…
Akan lebih baik kalo gue screencapture rundownnya aja.
Kebayang gak sih? Tinggal serumah dengan orang yang gak dikenal
sebelumnya selama 3 hari 2 malam, dikasih makan, dapet fasilitas, dan itu semua
FREE men! Salah satu pengalaman sensasional di rumah Bu Nur, bersama Kak Aisyah
dan Kak Nanda — peserta YA YLF juga — namun sayangnya kebersamaan kami bersama
hostfam hanya ketika pulang-solat, pulang-makan, dan pulang-tidur, benar-benar
kurang ajar emang. Sesekali ngobrol itupun cuma pas masak bareng di rumah
hostfam sama pas malem ketika mau tidur — kita bela-belain begadang di hari terakhir karena pengen
ngobrol sama keluarga Bu Nur — udah banyak hutang budi kami kepadamu, Ibu.
Semoga kita bisa bertemu dilain kesempatan *sedotingus
Ini Bu Nur. Buu, lama tak jumpaaa :( |
Gak cuma masak dan makan bareng hostfam aja, kita juga masak bareng
anak-anak GMB lainnya. Kenapa sih repot-repot belanja dan masak, padahal bisa
beli jadi? Ketika kegiatan masak dan makan bersama dilakukan, akan semakin
menyatukan ikatan emosional antar peserta,
volunteers, dan semua komponen yang ikut. Setiap individu bisa merasakan energi
positif yang tumbuh dalam dirinya, dan mempererat setiap interaksi yang
terjalin secara harmonis. Dan yang gak kalah pentingnya, mengontrol finansial
divisi keuangan wkwk coba bandingkan berapa biaya yang harus dikeluarkan kalo
beli makanannya catering?
Sesi masak bareng. Dari kiri ke kanan: Kak Nabila, Kak Risty, Gue, Kak Asis, Katsumi Ota (GMB Japan), Kak Maizal. Semuanya lebih tuwir dari gue. Haha! *bangga |
Sedangkan tinggal bersama warga desa merupakan suatu bentuk kegiatan
yang bisa mengenal lebih dekat dengan warga dan membentuk rasa kekeluargaan. Ah
banyak deh nilai yang bisa didapet, tiap orang memaknainya berbeda-beda.
Gak heran pas sepulang dari sini, masing-masing dari kita semakin
akrab melebihi keluarga, dengan menciptakan suasana kekeluargaan, akan
mendukung setiap program kegiatan yang GMB jalankan Karena semua berawal dari
keluarga.
Paginya, senam dan jogging, selalu jadi rutinitas dari sejak National
Camp. Satu kegiatan sepele yang dampaknya guede banget, bayangin kalo gak ada
olahraga pagi dulu, gimana kegiatan di siang harinya?
Btw kok gue gak ada sih? :v |
Bicara mengenai prestasi, Dusun Serut udah lama jadi dusun yang
berprestasi di Kabupaten Bantul. Desa ini boleh dibilang maju apalagi dalam hal
pengembangan
Pertanian Organik Terpadu di Kawasan Organik, bahkan kita belajar banyak dari sini.
Untuk mensiasati tingginya biaya
usahatani, Pak Kades memotivasi warganya untuk beralih kepertanian organik.
Alat-alat mesin pertanian disediakan oleh kelompok, jadi petani gak perlu beli
lagi. Cukup mereka menyewa dan kasnya untuk kelompok. Di Serut, kaum difabel
(cacat) diberdayakan oleh Pak Toba untuk memproduksi pupuk organik. Sementara
kandang-kandang ternak yang umumnya dirumah, direlokasi menjadi terpadu dengan
pengolahan kompos.
Sekarang desa ini tumbuh menjadi
kampung yang banyak dilirik oleh wisatawan, ilmuan, dan mereka yang mau belajar
pengelolaan sampah, koperasi tani, pertanian organik dan berbagai kegiatan
alternatif lainnya.
Preparing menuju Youth Adventure
salah satunya harus tau dan paham betul mencakup ilmu medis, setidaknya kita
tau lah pertolongan pertama yang harus dilakukan apa. Jangan sampe ngeliat
temen pingsan cuma bisa tereak, “Eh pingsan dia pingsan wey!” sambil nunjuk-nunjuk
si korbannya atau pas liat temen ketabrak mobil (naudzubillah) ekspresi kaget
dulu abis itu nyebut nama temennya berkali-kali sambil dihampirin tapi cuma ditepuk-tepuk
doang pipinya kek di sinetron.
Satu lagi yang kita dapet di hari
kedua ini: Creative Writing!
Beda kan rasanya baca textbook
kuliah satu halaman sama baca novel satu halaman? Mana yang bikin ngantuk? Bahkan
mayoritas orang ada loh yang kuat baca novelnya Tere Liye dalam waktu sejam.
Itulah magisnya creative writing.
Sebenernya ada banyak hal yang belum diinterpretasikan di tulisan
ini mengenai rangkaian 3 hari di Jogja, seperti games dan ice breaking. Semua
kegiatan mempunyai makna dan tujuan. Kenapa ada games? Kenapa ada ice breaking?
Kenapa gamesnya begini kenapa gamesnya begitu? Kenapa tiap sesi kita dibagi
pergrup tapi grupnya beda-beda terus sampe akhir? Kenapa dan kenapa? Kalo kepo,
ikut GMB tahun depan biar tau sensasinya 😂
Bertemu dengan pagi lagi di tanggal 28, berawal dari jemuran yang
belum kering, gue mendelay keberangkatan teman-teman buat YA (Youth Adventure).
Karena malemnya gue, Kak Aisyah, sama Kak Nanda nyuci baju-baju yang kita ogah
amat bawa-bawa ginian pas YA, kenapa malem nyucinya soalnya ini satu-satunya
free time se-free-free-nya. Chaoslah gue gara-gara abis meres bajunya, harus digibrakkin dulu (bahasa indonesianya apa sih haha, maaf nih tulisannya agak semi
vulgar dari awal) biar besokannya bisa kering.
Paginya ini kita bener-bener telat bangun, buru-buru subuhan terus
lari-lari ke aula — tempat ngumpulnya kita selama 3 hari ini di jogja — dan
memang beginilah rutinitas kita kalo udah jam kumpul, lari-lari ke aula karena
kalo telat dikit, matilah! Wkwk.
Diawali dengan pengganjalan karbohidrat kepada para pemuka pemuda
Indonesia, pembukaan persiapan keberangkatan Youth Adventure dimulai.
Plop!
Daripada berlama-lama dan lalalala, kita loncat ke jam 11 siang aja
ya.
Imogiri, Jogja; salah satu tempat dimana Youth Adventure kita
dimulai. Sekilas tentang YA yang harus kita jalani selama 4 hari 3 malam di
tempat orang, kita dibagi pergrup dan masing-masing grup terdiri dari 3-4
orang. Tiap grup tersebut punya misi suci yang harus dilakukan di 2 kota yang
berbeda (tiap grup kotanya beda-beda) dengan tujuan akhir Kota Jakarta dan
selama itu kita gak boleh nginep di tempat kenalan (temen, sodara), kita cuma
dibekali selembar soekarno-hatta per orang dan gak boleh pake uang sendiri
selama 4 hari itu.
Lah gue gak makan dong? Gue tinggal di mana? Jogja-Jakarta pake modal
cepe doang, 4 hari pula. Gak boleh meminta uang secara langsung. Wassalam.
Weits, bentar.
Dibalik semua kesulitan dan kegaiban Youth Adventure ini, ada satu
hal essensial yang patut diketahui, bahwa manusia diciptakan multi talenta dan
punya akal untuk bertahan hidup. Dan masing-masing orang mempunyai level
kreativitas yang berbeda-beda.
Ini kali pertama buat gue pribadi untuk menikmati liburan yang
menyegarkan sekaligus melelahkan. Gimana gak melelahkan, kita harus putar otak
dengan selembar uang merah soekarno-hatta dari GMB buat menjalankan misi suci
dari Jogja ke Jakarta, yang mana harus numpang di Kutoarjo dan Tegal dulu. Dan
beruntungnya gue dapet grup yang anak-anaknya lebih sabar dan telaten dari gue
*ciaat
Makasiih Nanda, makasiih Yuni.
Ialah Kantor Polisi Imogiri, tempat persinggahan yang kami jajaki
semenjak induk kami meninggalkan anak-anaknya.
Saking out of bluenya journey ini, gue melupakan barang sakral yang biasa gue bawa selama edisi perjalanan: My lovely camdig; yang sebenernya sudah disiapin di atas meja belajar, yang lupa dibawa gegara lelet siap-siapnya. Maaf, saya Indonesia tulen.
Saking out of bluenya journey ini, gue melupakan barang sakral yang biasa gue bawa selama edisi perjalanan: My lovely camdig; yang sebenernya sudah disiapin di atas meja belajar, yang lupa dibawa gegara lelet siap-siapnya. Maaf, saya Indonesia tulen.
Singkat cerita, kita mendarat dengan selamat di Imogiri dan mencharge
diri dengan gado-gado. Selepas shalat, tanpa pikir panjang langsung minta
bantuan polisi dan we got nothing :(
Nyari tebengan dengan modal gerak-gerakin jempol kiri pun naas juga.
Padahal kami udah mendramatisir dengan memasang muka menyedihkan. Dengan
pengalaman yang minim tentang tebeng-tebengan, karena efek baru pemula kali ya
jadi gampang nyerah, akhirnya dengan putus asa kita nyetop bus menuju Kutoarjo
setelah sejam lebih berdiri di pinggir lampu merah.
Itu bener-bener kali pertama banget nyodorin jempol di pinggir jalan,
gak kebayang gimana malunya ditanya bapak-bapak, "Kalo ke kutoarjo busnya
di sono mbak."
"Dana kami minim, Pak. Mau cari tebengan."
"Dana kami minim, Pak. Mau cari tebengan."
Malunyaa diliatin setiap mobil dan motor yang berenti karena lampu
merah.
Awalnya pas ditanya gitu, gue langsung pake masker yang dimodifikasi
dari saputangan, biar gak malu-maluin amat. Efek anak terakhir yang selisih
umur sama kakak 9 tahun, jadi sifat manjanya masih kental mungkin. Maafkan
diriku, teman-teman.
Gak seru ya? Masa langsung naik bus terus udah gitu? Gak ada nebeng
truk atau pick up?
Eits, ini belom kelar, sampe Kutoarjo dan menemukan Masjid megah dekat alun-alun, karena memang sudah mau sore yowes solat dan leha-leha dulu. Padahal dalem ati ngarep ada ibu baik hati yang negor dan nanya-nanyain tujuan kita terus ngajakkin nginep di rumahnya dan dikasih makan. Hellow?? Bangun, mbak!
Eits, ini belom kelar, sampe Kutoarjo dan menemukan Masjid megah dekat alun-alun, karena memang sudah mau sore yowes solat dan leha-leha dulu. Padahal dalem ati ngarep ada ibu baik hati yang negor dan nanya-nanyain tujuan kita terus ngajakkin nginep di rumahnya dan dikasih makan. Hellow?? Bangun, mbak!
Karena merasa berdosa sudah
menggunakan 20k dari 100k, terlintas ide konyol yang keluar dari kepalanya
Nanda: Menjual jasa suara untuk menghibur orang-orang sekitaran alun-alun.
Awalnya gue cuma ketawa dan berpikir
itu cuma bercanda. Eh taunya mereka emang lagi serius. Ya salaaam!
Segala cara tolakkan sudah gue
lontarkan mulai dari, “Eh teater lebih seru.” balesannya, “Ini malem ty, mana
keliatan.” gue cuma, “Oh iya ya.”
Kemudian, “Yun, kamu bawa baju
daerah buat nari bali kan?”, yuni bilang, “Gak keliatan tyy nari malem-malem
wkwkw.”
Terus, “Eh kita ini aja, itu aja,
blablablabla.” dan ujung-ujungnya usul gue dibalas dengan gelengan.
Gue hanya menelan ludah dan mulai memasrahkan
diri kepada gravitasi.
Perjalanan gue lanjutkan dengan
penuh nestapa, muka gue udah kaya kanebo kering. Sedangkan gue liat Nanda dan
Yuni udah mulai bahas mau nyanyi lagu apa, dalam kondisi itu rasanya gue lebih
milih ngerjain soal ujian Statika Struktur atau Getaran Mekanik.
Omoooo omooo!
Segala gengsi, malu, campur aduk
jadi satu dalam sebuah cangkir sehingga terciptalah secangkir cappucino hangat
*eet paan sih
Namun, mereka yang menikmati suara kami yang sebenernya itu fals
banget men malah kalah banget sama pengamen sesungguhnya, dengan cuma-cuma
memberikan beberapa lembar dan koin, walhasil uang yang kepake buat naik bus
tadi balik jadi 50% nya. Matur nuwun loh, Pak'e, Buk'e, Mas'e, Mbak'e~
Dan tiap kali mendengar, "Malam ini, kusendiri, tak ada yang
menemani~ nanananaa." jadi ke flashback lagi kejadian di malam alun-alun
kutoarjo~
Entah malaikat jenis apa yang Allah kirimkan ke Kutoarjo, dan alasan apa yang membuat mereka gampang banget berbagi rezekinya ke kita, namun mereka melihat kami berbeda, malah kami disangka anak pkl yang lagi cari dana buat event. Syukurlah.
Karena memang udah larut dan anak kecil gak boleh keliaran malem-malem *pasang muka unyu* kita pulang ke rumah yeaaay. Eh! Ke masjid maksudnya.
Entah malaikat jenis apa yang Allah kirimkan ke Kutoarjo, dan alasan apa yang membuat mereka gampang banget berbagi rezekinya ke kita, namun mereka melihat kami berbeda, malah kami disangka anak pkl yang lagi cari dana buat event. Syukurlah.
Karena memang udah larut dan anak kecil gak boleh keliaran malem-malem *pasang muka unyu* kita pulang ke rumah yeaaay. Eh! Ke masjid maksudnya.
Di masjid, ada marbot baik hati dan tidak sombong yang dengan
sukarela memberikan salah satu ruangan untuk kami menginap. Matur nuwun nggeh,
Pak Bambang, Pak Rahmat, Pak Mahfud.
Dan tibalah saatnya menghirup udara pagi yang diselingi suara teduh
nan syahdu, yang berhasil masuk ke dalam sanubari dan membuat dunia me-mute-kan
aktivitasnya. Air mata menandai sendu, bagai titik-titik embun syahdu
membongkarkan rahasia setangkai anggrek yang telah layu. Menembus setiap
jantung seakan tertatih menyambut adzan yang kian merdu terdengar dan
mendebarkan kalbu.
Itupun juga kali pertama menikmati getar nada yang padahal selalu didengar setiap hari. Terimakasih, Allah.
Itupun juga kali pertama menikmati getar nada yang padahal selalu didengar setiap hari. Terimakasih, Allah.
Cerita kami berlanjut saat matahari menyinari tubuh kami yang belum
mandi. Yew, kami gak bisa mandi karena masjid mau dikunci dan bapak marbot mau
pulang. So it's really hari kedua adventure kami, huh? Dan kami masih bernasib
naas juga, huh?
Berada di sana, membuat kami sadar bahwa ada banyak kesenjangan yang
tidak terlihat begitu jelas di kota, tapi disitu semua jadi nyata. Saat berjuta-juta
orang menghabiskan uangnya karena terlalu kaya, pagi ini di resto ini, siang
nanti di cafe itu. Makan ini itu, atau bahkan dimuntahin lagi biar bisa makan
lagi dengan membabi buta kek di film Divergent. Sedangkan di sisi dunia yang
lain, ada juga berjuta-juta orang yang banting tulang cari kerja, rela gak
makan buat menghemat, ada yang udah tau butuh nutrisi tapi makanannya gak ada.
Singkat cerita, kita nyelip-nyelip di jalanan antah berantahnya Kota
Kutoarjo. Kita jadi ngerasain penderitaan itu, dimana ditolak sana sini untuk
menjual jasa sampai pada akhirnya ada ibu baik hati dari salah satu RM yang
berhasil kita luluhkan hatinya. Dengan membantu ibu itu untuk bersih-bersih
rumah dan menjadi koki sampingannya, kita dapat bekal finansial dan ganjalan
karbohidrat untuk misi selanjutnya di Kota Tegal plus bonus pottasium selama
perjalanan. Matur nuwun nggeh, Bu Risti dan Pak Lian .
Narsis dulu di RM |
Semoga laris manis terus ya, Pak, Bu! :') |
Sampai pada sorenya, gue (lagi-lagi) mendelay keberangkatan teman-teman untuk menuju Tegal. Mianhae, cingu~ Tiba-tiba tubuh ini gak bisa di ajak kompromi, efek dari gak cek ke dokter. Gomen, gomeen! *ojigi
Sehingga membuat kami menunggu sampai magrib tiba dan mencari
tebengan.
Bingo!
Hari penuh perwujudan harapan bagi orang-orang yang menderita selama kemarau tiba (baca: kami). Keajaiban ini di sponsori oleh postingan teman-teman kelompok lain yang menceritakan pengalamannya di sosmed, melihat bahwa mereka dengan mudahnya mendapatkan tebengan dan tumpangan hidup, jiwa kami terbakar dan kami gak mau kalah! Hal ini kami lakukan karena dana yang semakin membuat dompet tipis, setipis tubuh kami yang irit makan berhari-hari *gak deeng
Hari penuh perwujudan harapan bagi orang-orang yang menderita selama kemarau tiba (baca: kami). Keajaiban ini di sponsori oleh postingan teman-teman kelompok lain yang menceritakan pengalamannya di sosmed, melihat bahwa mereka dengan mudahnya mendapatkan tebengan dan tumpangan hidup, jiwa kami terbakar dan kami gak mau kalah! Hal ini kami lakukan karena dana yang semakin membuat dompet tipis, setipis tubuh kami yang irit makan berhari-hari *gak deeng
Modal jempol goyang ternyata gak cukup lihai untuk menarik simpati.
Bukan kita banget kalo gak putar otak cari ide untuk move forward.
Walhasil, ada seorang bapak-bapak baik hati nan mulia yang memberikan tawaran tumpangan pada kami menuju Kebumen. Ya, karena malam semakin larut, dan perut kami makin mengerucut (boong kok), kami masuk ke mobilnya. Setelah bercerita ngalor ngidul wetan ngulon, ternyata kami baru tau bahwa kendaraan yang kami tumpangi ini adalah mobil travel. Dasar anak-anak kurang ajar, maafkan kepolosan kami, Pak Sigit.
Walhasil, ada seorang bapak-bapak baik hati nan mulia yang memberikan tawaran tumpangan pada kami menuju Kebumen. Ya, karena malam semakin larut, dan perut kami makin mengerucut (boong kok), kami masuk ke mobilnya. Setelah bercerita ngalor ngidul wetan ngulon, ternyata kami baru tau bahwa kendaraan yang kami tumpangi ini adalah mobil travel. Dasar anak-anak kurang ajar, maafkan kepolosan kami, Pak Sigit.
Tadinya beliau sempat menawarkan rumahnya untuk diinapi kami, tapi
yaaah biasa lah pura-pura gak enak dulu, tapi ujung-ujungnya kita nginep di
masjid pom bensin wkwk.
Dengan keadaan pom bensin yang dengan bebas lalu lalang orang masuki,
kami menerapkan sistem changeshift untuk jam tidur.
In my case, the smell of kindness is already here. Paginya, ada
mas-mas baik hati yang mirip Harry Potter yang mau kasih tumpangan ke kita
sampe Purwokerto, negeri Baturraden, salah satu lokawisata yang gue gak pernah
kesampean buat ke sana. Next time lah. Namun sebelum itu ada mas-mas yang nanya
kita dari mana, mau ke mana, tujuannya apa, dan mau makan apa *eh
Mas-mas harpot yang baik hati, semoga selalu dimudahkan segala urusannya, mas :') |
Sampe akhirnya pembicaraan itu berakhir di kalimat, "Wes, tunggu
sini dulu ya. Nanti tak ongkosin."
Bukan karena kami mau ongkosnya, tidak! Kami nunggu karena masnya
sudah memberi caution kek gitu, kan jadi gak enak. Namun jam terus berputar dan
kami tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa kami harus melanjutkan ke
destinasi berikutnya. Pangapunten yo mas'e :(
Tadinya kami mau nulis sebuah pesen di kertas dan ninggalin di masjid
kalo kami sudah berangkat, tapi gak jadi, terlalu romantis.
A long way to go, mas-mas harpot tadi dengan ramah mengantar kami
sampai di Purwokerto saat matahari sedang nyengir-nyengirnya. Namun saking
nyamannya numpang di avanza, gue dan Yuni sampe kebablasan (baca: ketiduran),
sedangkan Nanda yang duduk di depan asik ngobrol ngalor ngidul sama mas
harpotnya. Pangapunten loh mas, emang gak tau diri kami ini.
Bener-bener out of box, mungkin karena masnya terkesima dengan kami
ini yang menjalankan misi suci sebagai anak GMB *halah* dengan cuma-cuma ia
menyodorkan selembar soekarno-hatta ke kami yang katanya buat sangu. Ya
Allaaah, murahkan rezeki mas harpot ini selamanyaa.
Tanpa dipungkiri, di Indonesia ini ada ribuan bahkan jutaan orang baik hati yang menyebar di seluruh penjuru nusantara. Yang bila dan jika dibuat jaringan yang saling menghubungkan, akan tercipta sebuah negara yang maju dan tentram.
Tanpa dipungkiri, di Indonesia ini ada ribuan bahkan jutaan orang baik hati yang menyebar di seluruh penjuru nusantara. Yang bila dan jika dibuat jaringan yang saling menghubungkan, akan tercipta sebuah negara yang maju dan tentram.
Gak berhenti sampai di situ, kami (lagi-lagi) menemukan keluarga
bahagia yang baik hati, yang ternyata mereka sengaja meminggirkan mobilnya dan
memperhatikan kami menyetop beberapa kendaraan dari tadi! Ketika kami
menghampiri mobilnya, seperti biasa orang-orang akan bertanya 5W+1H ke kami.
Dan (lagi-lagi), entah mungkin terkesan atau terharu, Pak Purnomo dengan
cuma-cuma memberikan sangu kembali kepada kami. Walaupun memang tujuan
tempatnya tidak searah dengan kami.
Belum. Cerita ini belum berakhir, sabar ya. Lagi dan lagi, Allah
sengaja mengirimkan orang-orang ini untuk membantu kami, supir angkot, yang
kami tau beliau sebenernya lebih butuh uang daripada kami, dengan legowo
memberikan tumpangan gratis sampai lampu merah berikutnya yang kami yakini
sebenernya itu jauh banget tapi kami ngotot jalan. Pak Priyanto bilang, lampu
merah merupakan tempat strategis untuk meminta tumpangan gratis. Dan kami
memang berhasil melakukan itu, sekali lagi gue perjelas, ini kami lakukan
karena dana yang sangat-sangat minim, namun tak seminim tas yang kami bawa,
coba bayangin seberapa penderitaannya kami bawa-bawa tas gebok dan 2 goodiebag
mana jalan berkilo-kilo.
Mana lagi sepanjang jalan kami sibuk memperhatikan makanan dan
minuman yang dijual di pinggir-pinggir jalan, gak cuma aroma semerbak yang
kecium, tapi juga makanannya keliatan jelas. Namun kita kembali teringat bahwa
satu orang hanya dibekali lembaran merah soetta dan gak boleh menggunakan uang
pribadi. Entah apa yang terjadi bila suatu saat (pas bukan program GMB kek
gini) mampir ke sini dan keliling-keliling, mungkin gak cuma dompet gue yang
menipis, tapi rekening gue juga. Jadi gue sangat-sangat berterimakasih pada
program GMB ini yang telah menyelamatkan finansial gue walaupun perjalanan ini
berasa kek Ramadhan.
Satu yang kami salutkan dari Pak Rohman, supir mobil pick up yang
padahal tadi kami ketemu loooh di lampu merah sebelumnya namun beliau gak kasih
tumpangan ke kami karena ada hal urgent yang harus beliau antarkan via JNE.
Tapi, kebayang gak sih kalau beliau ternyata nyusul kami di lampu
merah berikutnya, karena katanya gak tega sama kami yang dari Kutoarjo kerjanya
nyetop-nyetopin kendaraan, untung aja ketemu loh pak, kalo gak kami gatau masih
hidup apa nggak.
Denger cerita-ceritanya yang katanya beliau sempat berjanji pada
dirinya sendiri kalau JNE buka, bakal nyusulin kami, gue sempat meneteskan
sedikit air mata dan...ah lebay ah. Gausah dilanjut ya bagian ini, soalnya ini
pas moment-moment lagi melankolis-melankolisnya.
Sampailah di Ajibarang dan tararararaa, gak ada nikmat yang gak kami
rasakan dari Allah. Kami yakin, keluarga Pak Rohman lebih membutuhkan itu
daripada kami. Deuh ya, gimana gak bersyukur kalau dikasihnya lembaran
soekarno-hatta, lama-lama kami bisa ke bandara soekarno-hatta juga nih.
Akhirnya kami sampai di pom bensin untuk sholat dan berhasil
menjejalkan karbohidrat ke dalam tubuh sehingga kami bangkit dari kelinglungan.
Ada yang mau tebak gimana kelanjutannya?
Ada yang mau tebak gimana kelanjutannya?
Yap, benar! Kami dapet tumpangan lagi *suaratepuktanganriuh
*padahalgakadayangjawabcoba
*padahalgakadayangjawabcoba
Ada mobil pick up yang padahal beliau lagi ngangkut kasur tapi
mau-maunya ngasih tebengan ke kami di depan. Duh ya bikin sempit ruangan aja.
Namun Pak Umar gak menuju ke Tegal, tapi ke Ajibarang. Yowes gowes
ae. Dan seperti biasa, dari Ajibarang dapet tumpangan lagi ke persimpangan
Brebes-Tegal. Seumur idup, baru kali ini naik truk barang. Gimana coba
sensasinya? Yuhuu~
Dan baru diperjalanan ini gue nemu orang yang sesuku (baca:
sundanese), karena daritadi nemunya wong jawa terus. Mas Rian dan Mas Adit ini
salah satu yang peka banget hatinya, walaupun mukanya kaya pambalap yang ada di
game Road Rash, tapi mereka mau berenti dan minggir hanya karena gue gak
sengaja iseng goyangin jempol. Itu asli lagi iseng, karena sebenernya kami
sudah meninggalkan cara klasik itu.
Dan yang terakhir. Duh ya, ini terakhir kami numpang loh, mobil
panther yang mau belok ke arah tegal berhenti dan mengantar kami ke Slawi.
Mauliate godang, Pak Golden.
Berakhirlah cerita tumpang sana tumpang sini versi kami. Hari ini berasa
menang undian berturut-turut, dengan mudahnya ditumpangi FREE dari Kutoarjo
sampe Slawi, plus gak perlu nunggu lama-lama di pinggir jalan.
Karena lelah dan kami memang harus menjalankan misi selanjutnya
sebagai anak GMB *ba-dum-tss* maka naiklah kami ke kendaraan yang kalo di
jakarta namanya Kopaja, kalo di daerah sini gatau namanya apa. Harganya murah
sih tapi gila banget asap hitam dari kendaraan bermesin diesel kek gitu. Tapi
tetap masih lebih bahaya asap rokok dibanding bahaya asap mesim diesel. Eh
spoiler dikit nih. Mau tau hasil penelitian ilmuwan di Italia apa? Mereka membuktikan,
bahan pencemar udara yang dikeluarkan rokok ternyata sepuluh kali lebih besar
dibanding bahan serupa yang dikeluarkan mesin diesel. Bahkan, tiga batang rokok
yang mengepul ternyata menghasilkan peningkatan partikel di udara sepuluh kali
lebih banyak daripada yang dikeluarkan asap mesin diesel yang menyala!
Jadi, buat para smoke lovers, kurang-kurangin deh. Rokok udah mau
naik harganya loh, kali-kali aja bulan depan sebungkus jadi sejuta.
Sampai tegal dan menjalankan misi selanjutnya, yakni membagikan
beberapa kebutuhan ke Panti Asuhan Suko Mulyo, (lagi-lagi) kami dapet tebengan,
tapi bukan tebengan kendaraan, tapi tebengan idup alias tumpangan nginap dari
Bu RT baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung bernama Bu Robiah dan
keluarganya.
Bayangin coba, udah numpang, tidurnya beralaskan kasur dan disuguhi
berbagai macam makanan dan sarapan. Bener-bener kaya di hotel.
Satu hal yang bikin gue luluh karena keramahan dan ke-legowo-an
orang-orang jawa, terutama di sini, pas mau solat, tiba-tiba ada gadis kecil
yang nyamperin dan manjangin sajadahnya supaya bisa bagi dua sama gue. Sepele
sih, tapi liat deh, ini gadis kecil loh, umurnya masih sekitar 7 tahun tapi
jiwa berbaginya udah tumbuh. Semoga jiwa ini terus tumbuh dalam dirimu sampai
nanti, dek.
Ada puluhan hikmah dan pelajaran selama empat hari yang sangat
berharga dan gak akan pernah kami dapatkan di bangku kuliah. Salah satunya
kekeluargaan.
"Keluarga merupakan mahakarya terbaik dari alam semesta."
"Keluarga merupakan mahakarya terbaik dari alam semesta."
“Tidak akan timbul kebaikan yang muncul di hati mereka yang menolong
bila tidak ada rasa kekeluargaan dalam jiwanya."
Semoga rezeki yang melimpah selalu diberikan kepada mereka yang
berbuat baik.
Berakhirlah misi ziarah tangan dibawah dan tangan di atas versi kami
di Kutoarjo dan Tegal. Kutoarjo ialah tempat ziarah di bawah tangan versi GMB,
yang berarti bukan meminta-minta, posisi kita memang di bawah, ini agar kita
tau gimana jatuh bangunnya orang-orang yang berada di bawah, merasakan apa yang
mereka rasakan agar kedepannya kita bisa menjadi problem solver buat mereka,
dan juga agar lebih menghargai apa arti perjuangan, menghargai setiap titik
kenikmatan yang kita dapatkan.
Kerasa deh gimana rasanya ketika lo mau ke suatu tempat tapi gak ada duit, tau rasanya nyari tumpangan terus akhirnya dapet tebengan, itu rasanya alhamdulillah banget, karena udah cape-cape berdiri di pinggir jalan, panas-panasan, mana ngegendong tas yang beratnya nyaingin dosa lo *eh bercanda* jadi tau gimana rasanya ketika berjuang supaya dapet uang, entah itu dengan jualan atau menjual jasa, capenya menunggu pembeli atau diterima kerja walaupun cuma jadi koki sampingan, ketika mencapai keberhasilan itu rasanya semua lelah keringat terbayarkan. Dan rasanya bersyukur banget. Dan memang gak bisa dipungkiri bahwa semampu apapun, kita masih butuh bantuan orang lain.
Kerasa deh gimana rasanya ketika lo mau ke suatu tempat tapi gak ada duit, tau rasanya nyari tumpangan terus akhirnya dapet tebengan, itu rasanya alhamdulillah banget, karena udah cape-cape berdiri di pinggir jalan, panas-panasan, mana ngegendong tas yang beratnya nyaingin dosa lo *eh bercanda* jadi tau gimana rasanya ketika berjuang supaya dapet uang, entah itu dengan jualan atau menjual jasa, capenya menunggu pembeli atau diterima kerja walaupun cuma jadi koki sampingan, ketika mencapai keberhasilan itu rasanya semua lelah keringat terbayarkan. Dan rasanya bersyukur banget. Dan memang gak bisa dipungkiri bahwa semampu apapun, kita masih butuh bantuan orang lain.
Ketika ziarah di atas tangan versi GMB dilakukan, semua bantuan dari
orang-orang baik tadi kita bayar lunas dong! Gantian, beri bantuan ke orang
lain walaupun bukan ke orang yang sama, itu wujud dari rasa syukur yang kita
terima. Karena udah dibantu, jadi bantu balik. Pernah liat video clipnya L’Arc
en Ciel yang judulnya “Link”? Nah kek gitu gambarannya haha *gue jamin langsung
pada searching*
Hidup jadi lebih indah kalo saling berbagi, bukan?
Ialah Jakarta yang menjadi destinasi terakhir kami berlabuh, kota berleluhur, bercita rasa, dan bersejarah besar. Terletak di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa.
Sekedar menjabarkan intisari dari Wikipedia. Nama Jakarta sudah
digunakan sejak masa pendudukan Jepang untuk menyebut wilayah bekas Gemeente
Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia. Nama ini dianggap sebagai kependekan
dari kata Jayakarta yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah
pimpinan Fatahillah setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa.
Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau
"kota kejayaan".
Thank you to Wikipedia and those article writers who are so genius
and so diligent to put all valid sources into their writings, setidaknya gue
bisa sedikit membawa sejarah dan pengetahuan di postingan absurd ini.
Di tengah perjalanan panjang menuju rumah (rumah gue tangerang, jadi
dari jakarta bisa ngesot dong) ada bau semerbak dari makanan khas indonesia
yang merknya sudah terkenal di penjuru dunia: Indomie rebus please~
Ah, jadi spam kan. Balik lagi ke topik.
Ah, jadi spam kan. Balik lagi ke topik.
Kami ingin menggambarkan satu perjalanan yang nggak pernah kami duga
dalam hidup – sebuah perjalanan panjang dan sebuah kehidupan dari titik jogja
yang pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4
Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik
pada tahun 2010; yang memberikan sejumlah pengalaman, pengajaran, dan hikmah.
Overall, kami bener-bener nikmatin perjalanan ini, pas banget sama
lagu GMB nya, "....tak kan terlupakan pengalaman ini, menjadi pemuka
pemuda~."
Buat gue, YA ini seru banget, tapi buat yang nggak terlalu suka
menderita di jalan, uh... Mungkin nightmare ya.
Agak susah menerima kenyataan bahwa perjalanan ini akan segera
berakhir. Ya, liburan yang susahnya dicari sendiri, terasa bener-bener
menyegarkan setelah mengalami pengalaman paling gaib selama 20 tahun gue hidup.
Sebentar lagi semua kemanisan ini akan terhapuskan oleh YLF (Youth Leaders
Forum) yang I bet, jauh lebih padet gila jadwalnya. Sebentar lagi itu
bener-bener sebentar, guys.
Sampai jumpa, Jawa Tengah. Provinsi yang gak bakal kalian temuin
orang ngomong, "Tulisan lo keren banget anjir." atau bahasa kasar
lainnya wkwk.
Walaupun capek, 28-31 Agustus sangat seru! Banyak kalori terbuang
tanpa diet, banyak gerutu, banyak panik yang memacu hormon andrenalin...
Pokoknya merci pour mes amis!
Ketika kita memasuki radius Jakarta, kita akhirnya menyadari bahwa
effort kita terbayar. Seperti layaknya di film-film, pas turun dari kijang innova
*halaah gaya banget, ini kita lagi hoki aja naik uber gratis* tentunya girang
dong. Berasa udah melewati tebing tinggi, menghadapi tanjakan-turunan ekstrim, mengarungi
lautan, melawan arus dan ombak, belum lagi harus berhadapan dengan angin puting
beliung demi bisa sampai ke resort. Dan resortnya adalah PP-PON Cibubur.
Sebuah perjalanan panjang yang disambut dengan Welcoming Party,
berbagi kisah perjalanan. Perjalanan yang boleh jadi pertama kali banget dalam
hidup namun bisa mengubah hidup beberapa tahun ke depan.
Kali ini hukum Rhoma Irama berlaku, “Berakit-rakit ke hulu
berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” di
sini gak cuma tinggal di wisma ala hotel tidurnya yang ber-AC dan ada water
heater nya, tapi juga sampe hari terakhir, gizi kami sangat sangat tercukupi
wkwk karena makanannya 4 sehat 5 sempurna plus dikasih ult*a mi*k — sensor! — setiap hari. Jadilah tubuh kami sehat, kuat, dan ceria *gaya ala-ala iklan
Namun dibalik itu semua menyimpan jadwal yang sangat sangat padat,
sepadat penduduk Jakarta. Gimana gak padet kalo baru boleh tidur jam 22-24 dan
harus bangun jam 5. Namun kami percaya bahwa volunteers dan board member pasti
lebih pendek jam istirahatnya ketimbang kami ini.
Antusiasme GMBers saat sesi tanya jawab. Beginilah pendidikan yang benar wkwkw |
Latihan saman buat perform |
Latihan nari buat perform juga, tapi gue lupa tarian apaan ini, hahaha. Maafkan gue yang terlalu lama menunda tulisan, beginilah efeknya. |
[Masih] sesi YLF |
Dari kiri ke kanan: Miku (GMB Japan), Kak Jean, Katsumi Ota (GMB Japan), Kak Nanda |
Sebelum berangkat YA YLF, hahaha. Salah naro nih gue, harusnya di atas. |
Di kopaja versi jogja, entah apa namanya. |
Lagi liat cara ngolah pupuk |
Entah mereka lagi nari apa |
Hari-hari selama YLF gak kalah menariknya, biar postingan ini gak terlalu panjang, enaknya gue langsung screenshoot jadwalnya aja ya.
Sekian dan berakhirlah tahapan seleksi rasa liburan di atas, such a long time to write but i had never been this enthusiast before in the past year. Maafkan kekhilafan penulis yang baru nulisnya satu tahun kemudian, karena walaupun gue emang sedang magang di bidang jurnalistik, gue gak begitu se-excited seperti nulis tulisan formal. Yaa beginilah jadinya, banyak keabsurd-an dalam postingan blog yang apa banget hahaha.
Buat yang mau ikutan GMB 2018, bakal ada oprec di awal tahun 2018 nanti. Jadi, ikutin terus sosmed GMB yo!
Website: www.g-mb.org
Sekian dan berakhirlah tahapan seleksi rasa liburan di atas, such a long time to write but i had never been this enthusiast before in the past year. Maafkan kekhilafan penulis yang baru nulisnya satu tahun kemudian, karena walaupun gue emang sedang magang di bidang jurnalistik, gue gak begitu se-excited seperti nulis tulisan formal. Yaa beginilah jadinya, banyak keabsurd-an dalam postingan blog yang apa banget hahaha.
Lagi latihan bareng buat persiapan peform apresiasi seni dan budaya indonesia oleh GMB |
Belasan pucuk surat buat gue :') Hiks, gak nyangka sebanyak ini |
Foto Bersama saat YLF (Youth Leaders Forum) GMB 2016 |
Hari terakhir YLF |
Website: www.g-mb.org